Minggu, 29 Agustus 2010

Indonesia Merdeka?

Indonesia Merdeka?

Minggu, 29 Agustus 2010 | 20:36 WIB
Edisi Khusus Kemerdekaan Berdikari Online
Oleh : Wenri Wanhar
 Saudara-saudaraku sebangsa setanah air, enam puluh lima tahun sudah bangsa ini merdeka. Namun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi dasar negara ini masih jauh panggang daripada api.

Apa yang saya inginkan hanyalah berkata kepada masyarakat dengan jujur. Pandanglah diri kalian dan lihatlah betapa busuk dan muramnya kalian. Hal yang penting adalah bahwa masyarakat perlu menyadari bahwa mereka tidak boleh tidak, harus menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berbeda. Sepanjang kehidupan itu belum terwujud, saya tidak akan jemu-jemu berkata kepada masyarakat; please! Mengertilah bahwa kehidupan kalian busuk dan muram! (Anton Chekov)
Sekarang hanya tinggal watak penyesuaian, kompromi, bahkan bertahanpun sudah tidak mampu lagi. Dia sudah sampai pada jalan buntu. Tak ada perkembangan. Kasihan, mereka sendiri tak mengerti keadaannya. Tulisan-tulisan mereka dalam 100 tahun belakangan ini hanya pikiran dari bangsa kalah yang tak tahu membebaskan diri dari kekalahannya. (Pramoedya Ananta Toer)
Eits! Dua kutipan langsung berturut-turut? Dalam ilmu tulis menulis, kata orang ini perilaku abnormal. Pun demikian, berlaku abnormal di tengah bangsa yang abnormal merupakan hal yang lumrah lah ya?
Setelah membaca keadaan, saya sampai pada kesimpulan bahwa bangsa yang kemerdekaannya diproklamirkan 17 Agustus 1945 silam, hari ini abnormal! Penyebabnya, malpraktek yang dilakukan rezim yang berkuasa paska hura-hara September 1965.
Orde Soeharto telah melakukan malpraktek sejarah sehingga bangsa ini menjadi cacat. Dan bila tak segera diobati maka mimpi menjadi bangsa yang mandiri, berdaulat dan berkepribadian hanya tinggal mimpi.
Menurut hemat saya, satu di antara beberapa pil mujarab penyembuh malpraktek itu tak lain dari meluruskan kembali sejarah panjang bangsa ini. Bukankah kita sudah sama-sama tahu, bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya.
Indonesia, oh…
Pembaca yang budiman, ibarat orang keseleo, bangsa ini perlu diurut. Kini, coba sama-sama kita urut sejarah itu pelan-pelan… (Pada bagian ini saya sarankan agar Anda membacanya sambil minum kopi panas)
Kata Indonesia pertamakali muncul di dunia tahun 1850 atau 160 tahun lalu di majalah ilmiah tahunan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Orang yang berperan melahirkan kata Indonesia; James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl. Keduanya jurnalis majalah yang terbit di Singapura itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_nama_Indonesia)
Nama Indonesia kemudian dipakai oleh Adolf Bastian, seorang guru besar etnologi di Universitas Berlin dalam buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel yang terbit tahun 1884. Buku inilah yang mempopulerkan nama Indonesia di kalangan sarjana Belanda.
Ketika Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara dibuang ke Belanda tahun 1913, beliau mendirikan biro pers dengan nama  Indonesische Pers-bureau.
Di tanah air, nama Indonesia dipopulerkan oleh para kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejarah mencatat, 23 Mei 1920, pada kongresnya yang ke tujuh,Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV)–organ sempalan Sarekat Islam–berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia.Semaoen, Ketua Sarekat Islam Semarang, terpilih sebagai ketua. Darsono sebagai wakil ketua. Bergsma sebagai sekretaris dan Dekker sebagai bendahara.
Desember 1920 nama Perserikatan Komunis Hindia dirubah jadi Partai Komunis Indonesia. Inilah partai politik pertama yang memakai nama Indonesia. Sejak itu, jadilah nama Indonesia memiliki makna politis sebagai identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Tak tanggung-tanggung. Imbasnya sampai keluar negeri. Tahun 1922, Indische Vereeniging, organisasi perkumpulan pelajar kita di Belanda merubah nama jadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Majalah yang mereka terbitkan pun berganti nama menjadi Indonesia Merdeka dari semula Hindia Poetra.
Seiring meluasnya basis PKI, orang-orang di bumi Nusantara ini semakin mengenal nama Indonesia.  25 Desember 1925, pimpinan PKI menggelar pertemuan di Prambanan, Jogjakarta. Pertemuan itu memutuskan perlunya mengadakan aksi bersama merebut kemerdekaan dari tangan Belanda.
Pemberontakan yang semula direncanakan pada 18 Juni 1926, baru meletus 12 November 1926 hingga 1927. Sejumlah daerah seperti Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk, Silungkang, Banten, Jakarta, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Kuningan, Indramayu, Banyumas, Solo, Boyolali, Kediri, Pekalongan bergolak hebat.
Sayangnya, pemberontakan itu berhasil ditumpas oleh Belanda. Akibatnya 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, 4.500 orang dijebloskan ke penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim ke Digul. Inilah kaum nasionalis generasi awal. Perintis kemerdekaan Indonesia. Adapun tujuan Indonesia merdeka, silahkan klik; http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1924-Menuju.htm
Paska itu, sebagai pelanjut angkatan, pada tanggal 4 Juli 1927 bersama-sama dengan Tjipto Mangunkusumo, Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dan menjadi partai tahun 1928. Di tahun itu juga Sumpah Pemuda dikumandangkan. Nama Indonesia sebagai identitas sebuah bangsa kian berkibar.
Inilah fase awal pengenalan nama Indonesia dan pergerakan kemerdekaan. Sebelum itu siapa pula yang mengenal kata Indonesia?
Ayo kita buka lagi lembaran-lembaran sejarah. Dulunya, bangsa Tionghoa menyebut tanah air kita Nan Hai (Kepulauan Laut Selatan). Bangsa India menyebut Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang). Bangsa Arab menyebut Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Bangsa Eropa menyebut Indische Archipel atau Indian Archipelago (Kepulauan Hindia). Unit politik jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda).
Pendek cerita, 17 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan dideklarasikan. Revolusi 45 ini melahirlah Republik Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Bila diperas, Pancasila dan UUD 1945 adalah sosialisme! Lagi pula mana mungkin Indonesia merdeka menganut kapitalisme. Itukan faham penjajah. Faham yang ditentang keras oleh kaum pergerakan kemerdekaan.
Ganyang Kapitalisme!
Sedikit banyak cerita lama sudah kita timba sebagai titik tolak untuk meninjau relevansinya di masa kini. Ayo sama-sama kita tinjau kadar kekiniannya…
Malpraktek rezim Soeharto telah membawa bangsa ini kembali ke jurang kehancuran. Kapitalisme pun kembali melenggang dan Pancasila kehilangan sila-silanya.
Rezim otoriter kapitalis militeristik Soeharto sudah tumbang, memang. Tapi, sisa-sisa kekuatannya hingga kini masih bercokol kuat di pemerintahan. Kapitalisme pun muncul dengan jubah baru bernama neoliberalisme. Indonesia masih terjajah!
Siapa yang tidak tahu, Republik Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini tengah dililit hutang luar negeri!
Siapa yang tidak tahu, hasil tambang kita dikuasai oleh pemodal-pemodal asing, hanya sedikit persenannya untuk bangsa ini!
Siapa yang tidak tahu bahwa bangsa ini pengekspor budak-budak ke luar negeri!
Siapa yang tidak tahu, sulitnya lapangan pekerjaan dan upah murah yang eksesnya menjadikan bangsa ini menjadi pengekspor TKI [baca:budak] ke negeri tetangga!
Sementara, unsur-unsur massa rakyat sibuk bersiteru, sibuk menyatakan kelompoknya paling benar dan menuding kelompok orang selalu salah. Devide et impera! Politik adu domba untuk melemahkan pergerakan nyatanya masih melanggang kangkung hingga hari ini.
Dan ternyata dalam mengisi kemerdekaan, semangat membangun sebuah bangsa yang berdikari di lapangan ekonomi, berdaulat di ranah politik dan berkepribadian dalam kebudayaan, kian mengendor.
Lalu, Hari Kemerdekaan ke-65 tetap diperingati diberbagai tempat. Seremoni itu berlangsung meriah tatkala kapitalisme melenggang menginjak-injak bangsa ini. Inikah yang dicita-citakan para pejuang pergerakan kemerdekaan?
Mengakhiri tulisan ini perkenankan saya mengutip pernyataan Bung Karno; Revolusi Belum Selesai!
*esay ini dimuat dalam buku ‘Bunga Rampai Melawan Penjajahan Baru’ yang diterbitkan Panitia Festival Kemerdekaan 2010, tanggal 16 Agustus 2010 malam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar