Kamis, 17 November 2011

Kita Rakyat Bukan Segelintir

Kita Rakyat Bukan Segelintir

oleh Sibawaihi Palembang pada 11 Januari 2011 jam 23:17
 
Melihat ketidak adilan awalnya rakyat
Mendengar kesedihan hidup kebiasaan rakyat
Itu saat ini....

Kenapa ?
Karena perpecahan rakyat saat ini

Katakan terus pada kaum segelintir itu
Mereka yang memperkaya diri

Kami rakyat saat ini...
Kita rakyat sekarang...

kalian...kalian yang sekarang berpesta segelintir

Akan kami ubah menjadi sampah tak berguna
Akan kita tenggelamkan kedalam lubang hitam

Meski noda tidak ucap kalian
Wahai kaum segelintir !

kami ingat kan lagi bahwa,
Kami rakyat, kita rakyat
maka sadarilah bahwa suara rakyat itu mayoritas !

(Anggota SRMI Palembang)

Minggu, 06 November 2011

Kenapa Modal Asing Dipersoalkan?

Kamis, 3 November 2011 | 1:45 WIB

Sejak UU PMA disahkan tahun 1967, modal asing kembali mengambil ‘kendali’ dalam perekonomian nasional Indonesia. Bahkan, karena regulasi yang membuka pintu ekonomi lebar-lebar, modal asing sudah berada dalam posisi “mendominasi” perekonomian. Ia sudah berjengkelitan di atas karpet ekonomi nasional.
Perdebatan soal modal asing sudah berlangsung sejak lama. Ia bahkan sudah berlangsung sejak Indonesia ini masih dalam gagasan para pejuang pembebasan nasional. Saat itu, mereka sangat sadar betul bahwa modal asing merupakan bagian dari praktek penjajahan itu sendiri. Dalam pidato pembelaannya di depan pengadilan kolonial, yang kemudian dikenal dengan Indonesia Menggugat, Bung Karno sudah menandai penanaman modal asing sebagai aspek melekat dalam imperialisme modern.
Kami anggap pandangan itu tidak berubah hingga detik-detik menjelang Indonesia dimerdekakan. Dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), hampir semua peserta sepakat bahwa ekonomi Indonesia merdeka haruslah diorganisir dari kemampuan rakyat dan tidak bergantung kepada modal asing.
Sekarang ini Indonesia menjadi ‘lahan suburnya modal asing’. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, pada semester 1-2011 realisasi investasi sebesar Rp115,6 triliun, dimana Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp33 triliun dan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp82,6 triliun.
Sebagian besar investasi itu berasal dari Amerika dan Eropa. Modal AS di Indonesia pada 2008 mencapai USD157 juta. Lalu, pada tahun 2010, jumlah investasi AS sudah berkisar USD871 juta di luar migas. Sementara Indonesia juga menjadi penyerap 1,6% dari total investasi dari Eropa. Setidaknya ada sekitar 700 perusahaan dengan total investasi sekitar 50 miliar euro.
Kami tidaklah anti-asing, atau asal-asalan anti-modal asing, tetapi berusaha berfikir kritis terhadap dampak buruk modal asing terhadap pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional indonesia.
Fakta sudah menunjukkan bahwa keberadaan modal asing tidak membawa kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia. Ambil contoh: sejak tahun 1967 hingga sekarang kegiatan pertambangan Freeport di Papua sudah menghasilkan sedikitnya 7,3 juta ton tembaga dan 724,7 juta ton emas. Jika diuangkan, maka jumlahnya mencapai ratusan ribu billion rupiah (itu beratus-ratus kali lipat dari jumlah APBN kita).
Tetapi, lihatlah kondisi rakyat di sana: kondisi infrastruktur masih buruk, rakyat hidup miskin, pengangguran dimana-mana, sekolah susah diakses, layanan kesehatan mahal, dan lain sebagainya. Ini juga nampak dari penjelasan Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia, “rakyat Indonesia hanya menikmati 10% dari keuntungan ekonomi, sedangkan 90%nya dibawa asing keluar”.
Tidak ada nsatupu imperialis di dunia ini yang menanam kapital dengan semangat peri-kemanusiaan dan semangat menolong antar-sesama. Sebab kapitalisme, seperti dikatakan Lenin dalam “Imperialisme: Tahap Tertinggi Kapitalisme”, baik perkembangan tidak rata maupun taraf hidup yang setengah kelaparan dari massa adalah syarat fundamental dan tak terelakkan dan dalil utama cara produksi yang itu. Tujuan mereka adalah untuk menggali keuntungan sebesar-besarnya untuk kemakmuran segelintir orang: pemilik kapital.
Ini sudah disinggung oleh Bung Hatta sejak 70-an tahun yang lalu. Dalam satu potongan artikelnya di buku “Beberapa Fasal Ekonomi”, Bung Hatta menulis sebagai berikut:
    “Soal kapital menjadi halangan besar untuk memajukan industrialisasi di Indonesia. Rakyat sendiri tidak mempunyai kapital. Kalau industrialisasi mau berarti sebagai jalan untuk mencapai kemakmuran rakyat (cetak miring sesuai aslinya), mestilah kapitalnya datang dari pihak rakyat atau pemerintah. Karena, kalau kapital harus didatangkan dari luar, tampuk produksi terpegang oleh orang luaran.
    Pedoman bagi mereka untuk melekatkan kapital mereka di Indonesia ialah keuntungan. Keuntungan yang diharapkan mestilah lebih dari pada yang biasa, barulah berani mereka melekatkan kapitalnya itu. Supaya keuntungan itu dapat tertanggung, maka dikehendakinya supaya dipilih macam industri yang bakal diadakan, dan jumlahnya tidak boleh banyak. Berhubung dengan keadaan, industri agraria dan tambang yang paling menarik hati kaum kapitalis asing itu.
    Dan, dengan jalan itu, tidak tercapai industrialisasi bagi Indonesia, melainkan hanya mengadakan pabrik-pabrik baru menurut keperluan kapitalis luar negeri itu saja. Sebab itu, Industrialisasi Indonesia dengan kapital asing tidak dapat diharapkan. Apalagi mengingat besarnya resiko yang akan menimpa kapital yang akan dipakai itu. Industrialisasi dengan bantuan kapital asing hanya mungkin, apabila pemerintah ikut serta dengan aktif, dengan mengadakan rencana yang dapat menjamin keselamatan modal asing itu. (Hal. 141)
Editorial  Berdikari Online

Senin, 18 Juli 2011

Kenapa Perlu Mendukung Gerakan Pasal 33

Kenapa Perlu Mendukung Gerakan Pasal 33

Senin, 18 Juli 2011 | 1:29 WIB

Editorial
Pada tanggal 22 Juli mendatang, Partai Rakyat Demokratik (PRD) akan meluncurkan sebuah gerakan yang diberi-nama ‘Gerakan Pasal 33’. Gerakan ini akan diluncurkan secara nasional dan akan berlangsung di beberapa kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Palembang, Lampung, Kendari, dan lain-lain.
Gerakan ini sangat patut didukung. Terlepas dari gerakan mana yang memulai menciptakan inisiatif ini, tetapi gerakan ini sangat penting dalam konteks perjuangan anti-imperialisme di Indonesia saat ini. Ada beberapa alasan mengapa Berdikari Online mengajak pembaca untuk mendukung gerakan ini.
Pertama, kita sedang berada dalam situasi ketidakpastian, bahkan mengarah pada sebuah masa depan suram. Hal itu disebabkan oleh penghianatan para penyelenggara negara terhadap tujuan nasional kita, sebagaimana tercantum dalam pembukaan (preambule) UUD 1945.
Nah, gerakan pasal hendak mengingatkan atau meluruskan tujuan berbangsa kita pada cita-cita revolusi agustus 1945 dan gagasan para pendiri bangsa.  Meski berbicara revolusi agustus 1945 dan UUD 1945, tetapi gerakan ini bukanlah gerakan romantik belaka. Justru, karena cita-cita revolusi nasional 17 Agustus 1945 itu belum tuntas sampai sekarang, maka gerakan ini bermaksud menuntaskannya. Gerakan ini bermaksud melanjutkan cita-cita revolusi nasional, yaitu menghapuskan kolonialisme dan imperialisme, sebagai jalan menuju masyarakat adil dan makmur.
Kedua, kita sedang berada dalam situasi dimana para penyelenggara negara telah mengadopsi faham liberalisme ekonomi. Faham itu telah membuka pintu bagi masuknya proyek imperialisme di seluruh pelosok tanah air. Hampir seluruh kekayaan alam bangsa kita telah dirampok dan diangkut untuk kemakmuran segelintir korporasi di negeri-negeri imperialis.
‘Gerakan pasal 33’ punya cita-cita mulia untuk mengembalikan fondasi perekonomian kita yang asli, yang sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa dan jiwa revolusi nasional kita, yaitu: 1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan  (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketiga, dalam perjuangan menghadapi imperialisme saat ini, kendati semakin banyak yang menyadari arti-penting perjuangan ini, tetapi belum ada sebuah platform politik yang mengikat seluruh barisan kaum anti-imperialis.
‘Gerakan pasal 33’ ini berupaya menampilkan sebuah platform politik untuk memperhebat atau menajamkan perjuangan anti-imperialisme, yaitu semangat Pasal 33 UUD 1945 sebelum diamandemen. Jika kita pelajari dengan sebaik-baiknya, maka akan diketahui bahwa pasal 33 UUD 1945 punya roh anti-imperialisme dan anti-kolonialisme yang sangat kuat.
Dengan demikian, gerakan pasal 33 bukanlah milik atau gerakan sebuah kelompok atau organisasi politik, melainkan milik dan gerakannya seluruh rakyat Indonesia dalam melawan imperialisme. Gerakan pasal 33 ini mengharuskan adanya sebuah persatuan nasional, yang meliputi seluruh kekuatan nasional anti-imperialis dan korban-korban penjajahan imperialisme, sebagai syarat mutlak untuk memenangkan perjuangan melawan imperialisme.
Berdikari Online, sebagai media yang terang memihak pada perjuangan anti-imperialisme, secara terang-terangan mendukung ‘gerakan pasal 33’ ini. Kami pun menganjurkan kepada para pembaca semua untuk menjadi bagian paling aktif dari perjuangan ini. Nasib dan masa depan bangsa kita ada di tangan kita sendiri: Apakah kita mau menyelamatkan bangsa kita dari kehancuran dan kemudian memajukannya, ataukah kita sudah pasrah menjadi ‘bangsa kuli diantara bangsa-bangsa’.

Kamis, 21 April 2011

Mengintip Program Perumahan Chavez

Mengintip Program Perumahan Chavez

Kamis, 3 Maret 2011 | 23:06 WIB

Dunia Bergerak
Oleh : Ulfa Ilyas
venezuela-solving-housing-3
Pekan lalu, karena terdorong oleh rasa “belas kasihan”, SBY menjanjikan perumahan murah bagi kaum miskin. Dengan program ini, SBY berharap tidak ada lagi rakyat Indonesia yang hidup di kolom jembatan.
Meski begitu, program ini belum tentu memudahkan orang miskin untuk mendapatkan rumah murah yang dijanjikan. Bayangkan, seorang pemulung harus mengangsur rumah harga Rp5-10 juta. Sementara bagi petani, nelayan, dan buruh berupah rendah, rumah murah seharga Rp20-25 juta tentu sesuatu yang berat.
Ini bisa disebut program setengah hati. Dengan 91% rakyat Indonesia berpendapatan kurang dari Rp2,5 juta, maka program perumahan murah versi SBY akan sulit dijangkau kantong rakyat banyak.
Ibarat bumi dan langit, begitulah saya membandingkan program perumahan SBY dan presiden Chavez di Venezuela. “Mari kita menganggap masalah perumahan sebagai misi kaum revolusioner, dan mengartikulasikan misi perumahan ini sebagaimana mestinya, dengan visi holistik, integral, dan terintegrasi,” kata Chavez saat melaunching misi perumahan (mission vivienda) pada tahun 2004.
Untuk mendanai program ini, Chavez mengambil dana dari keuntungan minyak, terutama melalui perusahaan PDVSA, perusahaan yang 80% keuntungannya dipergunakan untuk program sosial.
Sebetulnya, program ini sudah dimulai sejak tahun 2000-2001, tetapi terhenti sebentar pada tahun 2002 akibat pemogokan para oposisi. “Pada tahun 2004 kami mengulangi program ini.”
Chavez paham benar dengan apa yang pernah dikatakan filsuf Jerman, Heidegger, yang berkata: “masalah perumahan lebih tua dari masalah perang, dan masalah perumahan jauh lebih tua dari masalah ledakan penduduk.”
Jika SBY suka menggusur rumah rakyat dan mengusir dari tanahnya, maka Chavez suka meruntuhkan rumah kumuh karena takut roboh dan menggantinya dengan rumah baru. “Orang kaya sering merampas lahan rakyat dan menggantinya dengan pabrik. Sementara orang miskin tidak tahu harus pergi kemana,” kata Chavez.
Ia pun memindahkan orang-orang miskin yang tinggal di pemukiman berbahaya, yaitu daerah-daerah yang rawan longsor. “Saya memindahkan mereka dan membangunkan mereka rumah yang dicat biru, merah, kuning (bendera Venezuela),” ujarnya.
Selain program perumahan, Chavez juga membangun apartemen untuk rakyat miskin. Apartemen yang dibangun pun sangat unik, karena tanah yang biasa diperuntukkan untuk lahan parkir justru diubah menjadi lahan pertanian dan zona industri kecil untuk pengolahan kayu. “Semuanya itu dikelolah oleh komune. Inilah model perumahan ala sosialis,” tegasnya.
Seperti di Turmerito, sektor Caracas, perumahan yang dibangun dilengkapi dengan sekolah, juga transportasi, pelayanan kesehatan dan keamanan. Sebelum membangun rumah, petugas pemerintah melakukan penyelidikan faktor lingkungan di sekitar lokasi pembangunan.
Di tahun 2008, sebanyak 90 ribu rumah baru berhasil dibangun Venezuela, dengan perincian setengah dibangun pemerintah dan setengah lagi swasta.
Kemarin, 27 Februari 2011, Chavez merancang pembangunan 2 juta rumah baru hingga 2017. Program ini mendapat dukungan dari Belarusia, Tiongkok, Brazil, Kuba, Iran, Rusia, dan Turki.
“Kami akan menempatkan seluruh kekuatan politik, moral, dan ekonomi untuk proyek ini. Kami akan membangun rumah berkualitas tinggi, bukan rumah lapak yang disini dikenal sebagai solusi perumahan ala kapitalisme,” kata Chavez dalam siaran khusus Aló Presidente.
Untuk memaksimalkan programnya, Chaves akan menjalankan sensus nasional terlebih dahulu, yang dimaksudkan untuk mendata orang miskin atau orang-orang yang kehilangan rumah akibat bencana alam. Sebagaimana diketahui, akibat curah hujan tinggi pada november dan desember tahun lalu, ribuan rumah hancur di Venezuela.
Chavez juga menjanjikan akan menyelesaikan pembangunan 602 apartemen hingga April mendatang.
Begitulah sekilas sepak terjang Chavez dan revolusi Bolivarian mengatasi persoalan rumah rakyat. Semoga bermanfaat!

Rabu, 29 September 2010

Kontra-Kudeta Yang Dirancang Gagal

Kontra-Kudeta Yang Dirancang Gagal

Rabu, 29 September 2010 | 23:38 WIB

Opini
Oleh : Rudi Hartono
soeharto_Ad
TIDAK seperti biasanya ketika Bung Karno menyampaikan pidato. Ketika berpidato di hadapan Musyawarah Nasional Teknik (Munastek), di Istora Senayan, pada malam 30 September 1965, Bung Karno tiba-tiba berhenti dan meninggalkan podium, dan selang beberapa menit kemudian, Bung Karno muncul kembali dan menceritakan “Mahabharata”, yaitu soal perang saudara Kurawa dan Pandawa.
Ada yang mengatakan, Bung Karno saat itu sedang sakit dan pergi ke belakang untuk mendapat suntikan dari tim dokternya. Sementara versi lain menyebutkan, Bung Karno diminta untuk menerima sebuah informasi yang sangat penting. Apa itu? Semua masih tidak diketahui.
Pada malam itu, yang telah memutar-balikkan haluan ekonomi, politik, dan kebudayaan Indonesia sampai sekarang ini, telah terjadi gerakan yang disebut “Gerakan 30 September”, demikian pemimpin gerakan ini menamai gerakannya melalui siaran RRI pada pagi hari 1 Oktober.
Sekarang ini, segala hal mengenai “gerakan 30 September” masih merupakan sesuatu yang gelap dan menyimpan misteris, meskipun ada banyak sejarahwan dan akademisi yang berusaha membuat “terang” kejadian ini.
Saya hanya hendak menjelaskan satu hal, bahwa gerakan kudeta sebetulnya bukanlah pada malam 30 september itu, tetapi sudah dirancang dan dijalankan berulang kali dan kejadian pada 30 September hanya merupakan satu bagian dari rangkaian rencana kudeta tersebut.
Konteks Yang Lebih Luas
Dalam rapat pimpinan AD di Jakarta pada 28 Mei 1965, Soekarno telah mengatakan: “Mereka akan melakukan serangan terbatas terhadap Indonesia. Dan mereka punya teman-teman di sini”. Maksud Soekarno adalah kekuatan imperialisme, khususnya AS dan Inggris yang sudah lama mengincar untuk melikuidasi kekuasannya.
Ya, sejak gejolak revolusi agustus 1945 mulai menggugurkan banyak kepentingan kolonialis, kaum imperialis mulai menyadari, bahwa mereka bisa kehilangan apa yang disebutnya “permata asia” kapan saja. Karena itu, mereka mulai melibatkan diri dalam usaha-usaha merebut kembali Indonesia dari pengaruh kebangkitan gerakan revolusioner, yang sejak awal memang sangat anti-kolonial.
Untuk itu, pada tahun 1947, Bank Dunia telah memberi pinjaman  sebesar 195 juta dolar ke Belanda, yang sebagian besar dipergunakan untuk menggempur Republik Indonesia. Setahun berikutnya, pada September 1948, tangan imperialis AS dinyatakan terlibat dalam menyokong sebuah proposal untuk membasmi “kaum merah” di Indonesia.
Di akhir tahun 1950-an, terutama setelah Soekarno sukses membawa revolusi Indonesia semakin ke kiri, intervensi AS semakin memuncak. H. W. Brands menulis dalam “Journal of American History”, bahwa AS telah mengambil bagian dalam upaya “coup” yang gagal terhadap Soekarno tahun 1958.
“Sukarno berhasil menggagalkan pemberontakan di Sumatera (PRRI) yang dibantu oleh CIA dengan 300 orang tentara Amerika, Filipina dan Tiongkok Nasionalis, lengkap dengan pesawat udara transport dan Bomber B-26,” kata Brands.
Prof. George McT. Kahin dari Cornell University (AS) mengakui betapa jelas campur tangan pemerintah Amerika Serikat dalam soal-soal politik Indonesia, karena kekhawatiran Washington tentang kemungkinan Indonesia jatuh ke tangan komunis.
Pendek kata, pihak imperialis dan kekuatan sayap kanan di dalam negeri tidak pernah berhenti untuk mencari segala usaha melikuidasi pemerintahan Soekarno.
Kontra Kudeta
Menjelang tahun 1965, di Indonesia telah tersebar desas-desus akan terjadinya perebutan kekuasaan negara, yang konon dipersiapkan oleh apa yang disebut “dewan jenderal”, sebuah group dari sekelompok pimpinan tentara yang tidak segaris dengan politik Bung Karno. Ada yang mengatakan, isu ini berasal dari Waperdam/Menlu/Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) Subandrio, dan kemudian tersebar hingga Soekarno dan PKI.
Berhembusnya isu seperti ini adalah sah dalam konteks saat itu, terlepas apakah itu benar atau tidak, mengingat bahwa situasi politik benar-benar sudah pada “titik didihnya” dan segala kemungkinan bisa terjadi.
Soekarno, berdasarkan kesaksian ajudannya, Bambang Widjanarko, terus mendapatkan pasokan informasi mengenai kebenaran “dewan jenderal” itu, dan memerintahkan pasukan pengawalnya untuk langkah-langkah antisipasi untuk mengamankan keselamatan Presiden kalau muncul situasi berbahaya.
Mungkin saja, itulah yang ditangkap oleh salah seorang komandan pasukan pengamanan presiden, Kolonel Untung, dan diterjemahkan dalam sebuah upaya untuk menjalankan operasi “kontra-kudeta” terhadap dewan Jenderal.
Karena penjelasan ini pula, maka menjadi masuk akal bagi saya, seorang perwira berkarier cemerlang seperti Brigjend Supardjo harus mendukung gerakan ini, meskipun dia hanya berpartisipasi Cuma tiga hari dalam gerakan ini.
Setelah melakukan penculikan terhadap para Jenderal, pimpinan Gerakan 30 September telah berusaha meminta kepada Bung Karno, untuk mendukung aksinya menyingkirkan jenderal-jenderal yang berusaha menjatuhkan beliau. Namun, pada saat disodori surat pernyataan dukungan oleh Brigjend Soepardjo, maka Bung Karno telah menolaknya.
Bung Karno telah mengambil tindakan sendiri, yaitu memberhentikan gerakan kedua belah pihak (dengan keterangan kalau perang saudara berkobar, maka yang untung adalah nekolim). Dengan “absennya” dukungan Bung Karno, maka boleh jadi ini yang menjadi penyebab kenapa Gerakan 30 September tidak memperlihatkan “semangat menyerang” lanjutan, atau setidaknya mengantisipasi serangan balik Soeharto-Nasution.
Kalaupun ada upaya disinformasi mengenai “dewan jenderal”, maka ini bisa dianggap sebagai rangkaian usaha untuk menciptakan “jebakan”, yang nantinya dapat dipergunakan untuk menjalankan tindakan tertentu.
“Kudeta Yang Dirancang Gagal”
Setelah membaca dokumen Brigjend Supardjo tentang “Beberapa Pendapat Yang Mempengaruhi Gagalnya G-30-S Dipandang Dari Sudut Militer”, saya mendapatkan kesan bahwa memang ada pihak dalam gerakan ini yang merancang supaya gerakan ini mengalami kegagalan. Namun, untuk menjelaskan siapa orang itu, saya belum bisa untuk memastikannya.
Dalam dokumen Brigjend Supardjo disebutkan, menjelang pelaksanaan operasi ini, ternyata masih banyak yang hal yang belum terselesaikan, misalnya, persiapan pasukan belum jelas, beberapa perwira mengundurkan diri, penentuan sasaran dan gambaran pelaksanaan aksi belum jelas, dan masih banyak lagi.
Sejak awal, menurut Brigjend Supardjo, didalam gerakan ini sudah timbul “keragu-raguan”, namun segera ditimpa dengan semboyan “apa boleh buat, kita tidak bisa mundur lagi.”  Demikian pula dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi paska pelaksanaan gerakan, yang kacau balau dan tidak sesuai dengan rencana.
Supardjo menulis, “strategi yang dianut gerakan secara keseluruhan adalah semacam strategi “bakar petasan”; maksudnya, jika sumbunya dibakar di Jakarta, maka mercon-merconnya dengan sendirinya mengikuti di daerah.
Pada kenyataannya, tahap persiapan dan penggambaran umum gerakan tidak mencerminkan “obsesi” tersebut, bahkan kacau-balau saat dipraktekkan di lapangan. Sumbu yang terbakar bukan memicu mercon di daerah, melainkan membakar “tangan dan badan sendiri”.
Menurut saya, ada pihak-pihak dalam gerakan ini yang memang merancang “gerakan untuk mengalami kegagalan”, dan selanjutnya menjadi dalih untuk mendiskreditkan kelompok-kelompok politik tertentu.
Ada benarnya juga, setelah melihat rangkaian upaya kudeta terhadap Bung Karno sejak akhir 1950-an, bahwa “kontra-kudeta yang dirancang gagal ini” dimaksudkan untuk menciptakan dalih guna melumpuhkan Soekarno. Sebab, dengan menghancurkan PKI yang menjadi sekutu paling loyal Bung Karno dalam melawan imperialisme, maka pemerintahan Soekarno kehilangan kaki “penyangganya”.
Bukankah “Gerakan 30 September” telah menjadi alasan yang cukup kuat, dan sangat ditunggu-tunggu oleh kekuatan kanan saat itu, untuk mengobarkan kampanye anti-komunis dan mencari segala macam cara untuk melibatkan Soekarno dalam kasus tersebut, sebagai jalan untuk mengakhiri “pemerintahan anti-imperialis” ini.
Bukankah fakta menunjukkan, bahwa, meskipun Soekarno tidak cukup bukti untuk dilibatkan dalam “G.30.S”, tetapi sayap kanan yang dikomandoi Soeharto terus mencari usaha untuk menjerat “proklamator bangsa ini”, hingga mengasingkannya pada suatu tempat dan membiarkannya mati perlahan di sana.
Pertanyaan-pertanyaan itu perlu dijawab!

Senin, 13 September 2010

Faktor Genetik Penyebab Umur Panjang?

Faktor Genetik Penyebab Umur Panjang?

Minggu, 12 September 2010 | 22:46 WIB
Sumber Tulisan : Berdikari Online
umur panjang dan genetika
Dalam 100 tahun terakhir, harapan hidup manusia telah meningkat di mana-mana di seluruh dunia. Meskipun tidak dapat disangkal lagi bahwa ada perbedaan antara Negara maju dan Negara berkembang, pada kenyataannya kemajuan dalam kesehatan, nutrisi yang lebih baik dan higienis, akan memperpanjang umur secara global.
Para ahli memperkirakan bahwa umur manusia rata-rata di usia 66.7 tahun, tetapi di beberapa Negara ini bisa mencapai 80 tahun, bahkan bisa melebihi itu dan mencapai seratus 100 ke atas, sesuatu yang alami bagi banyak orang.
Tentu saja, mereka juga menganggap bahwa peningkatan ini akan disertai dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Namun, untuk meningkatkan harapan hidup, ada beberapa sikap dan kebiasaan yang diperlukan, seperti tidak merokok, rajin berolahraga, menghindari alcohol, dan diatas semua, diperlukan diet yang seimbang, banyak memakan sayuran yang masih hijau dan segar, kacang-kacangan, buah-buahan, ikan, dan lain sebagainya.
Namun, di luar segala sikap dan kebiasaan di atas, sedikit bantuan dari gen juga sangat diperlukan.
Umur Panjang Dalam Gen
Setidaknya, para ahli di pusat kesehatan Boston University mengatakan, telah menganalisis genom dari 1,055 orang yang berumur lebih dari 100 tahun di seluruh dunia dan membadingkannya dengan 1267 orang yang berusia seperti masyarakat umumnya.
Dalam analisis mereka, para spesialis mengidentifikasi sejumlah tanda-tanda genetik umum diantara centenarian (orang yang berumur lebih dari seratus), dan setiap perbedaan ditandai antara kelompok dan individu yang terpilih secara acak.
Para peneliti menyimpulkan bahwa mereka yang memiliki umur yang panjang tidak terlalu tergantung pada kecenderungan penyakit bawaan dari keturunan, tetapi kombinasi genetis yang dikaitkan dengan umur panjang.
Tetapi ini bukan berarti mengabaikan gaya hidup dan kebiasaan yang sehat, tetapi hanya menemukan fakta bahwa faktor gen punya kontribusi yang tidak bisa diabaikan sehubungan dengan umur panjang.
Ketika gaya hidup, keluarga, dan lingkungan sangat esensial terhadap orang awet muda, tetapi faktor genetik memainkan peran kritis dan kompleks dalam umur panjang manusia yang luar biasa, “kata  Profesor Paola Sebastiani selaku orang yang memimpin studi ini.
Mengingat bahwa factor gen terlibat dalam penuaan, para ilmuwan mengembangkan model matematis untuk menghitung mereka yang terlalu mudah mencapai usia tua. Didasarkan pada 150 penanda genetik, mereka bisa memprediksikan, dengan akurasi mencapai 77%, siapa yang bisa hidup 100 tahun lebih.
Peneliti menamai model unik genetika termasuk 150 variannya dengan sebutan single nucleotide polymorphisms (SNPs). Selanjutnya, 40 persen dari manula yang berusia lebih dari 110 tahun itu memiliki tiga varian genetika tertentu yang sama.
Hasil ini meningkatkan kemungkinan di suatu hari nanti, ada kemungkinan untuk mengetahui siapa yang bisa merayakan umur seabad, kata para ilmuwan ini.
Ditambahkan pula, bahwa penelitian-penelitian varian-varian genetik ini di masa mendatang bisa memecahkan persoalan spesifik soal penuaan, dan mereka yang dapat mempergunakannya untuk perawatan medis secara personal, dengan langkah-langkah pencegahan dan perawatan yang mereka lakukan, katanya. (Rh)

Selasa, 31 Agustus 2010

MATI LAMPU PELANGGAN WARNET KECEWA

MATI LAMPU PELANGGAN WARNET KECEWA

     Agaknya PLN tidak akan pernah sembuh dari penyakit pemadaman bergilir. Entah apa lagi alasan yang dilontarkan pejabat terkait untuk mengelak dari tuduhan rakyat atas ketidak profesionalan managemen PLN dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat, padahal sudah berapa kali PLN berjanji dengan alasan untuk melakukan peningkatan mutu pelayanan mulai dari  usulan anggaran uintuk merenovasi pembangkit listrik tiap tahun sampai defisit anggaran. Namun, Pemadaman bergilir tetap terjadi.
    Seperti kemarin pukul 18.10 WIB Tanggal 30 Agustus 2010 dan hari ini tanggal 31 Agustus 2010 Pukul 15.57 WIB- listrik kembali padam. Di kecamatan AAL Lorong Swadaya Pakjo pelanggan warnet kecewa karena ketika sedang asyik meng-update status facebooknya tiba-tiba listrik padam "PLN ini bagaimana berani menaikan TDL tapi tidak diringi dengan peningkatan pelayanan..."! gerutu Alex salah satu pelanggan ARIE.NET Jalan Swadaya Pakjo Palembang Sumatera Selatan.
    Dalam dua bulan ini PLN sudah lebih dari 5 kali melakukan pemadaman listrik dengan durasi yang tidak menentu. bulan kemarin saja pernah 1 hari penuh PLN melakukan pemadaman listrik"! ujar Warman pemilik toko manisan yang juga kecewa sebab Es cream salah satu jualan-nya cair karena mati lampu .
Sudah seharusnyalah PLN merubah sikap dari Berani meningkatkan TDL menjadi Berani meningkatkan pelayanan tentu saja tanpa byarpet lagi..", tambahnya.
Listrik merupakan salah satu penunjang prokdutifitas rakyat karena tanpa listrik maka produktifitas rakyat akan lemah. (SB)

Minggu, 29 Agustus 2010

Indonesia Merdeka?

Indonesia Merdeka?

Minggu, 29 Agustus 2010 | 20:36 WIB
Edisi Khusus Kemerdekaan Berdikari Online
Oleh : Wenri Wanhar
 Saudara-saudaraku sebangsa setanah air, enam puluh lima tahun sudah bangsa ini merdeka. Namun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi dasar negara ini masih jauh panggang daripada api.

Apa yang saya inginkan hanyalah berkata kepada masyarakat dengan jujur. Pandanglah diri kalian dan lihatlah betapa busuk dan muramnya kalian. Hal yang penting adalah bahwa masyarakat perlu menyadari bahwa mereka tidak boleh tidak, harus menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berbeda. Sepanjang kehidupan itu belum terwujud, saya tidak akan jemu-jemu berkata kepada masyarakat; please! Mengertilah bahwa kehidupan kalian busuk dan muram! (Anton Chekov)
Sekarang hanya tinggal watak penyesuaian, kompromi, bahkan bertahanpun sudah tidak mampu lagi. Dia sudah sampai pada jalan buntu. Tak ada perkembangan. Kasihan, mereka sendiri tak mengerti keadaannya. Tulisan-tulisan mereka dalam 100 tahun belakangan ini hanya pikiran dari bangsa kalah yang tak tahu membebaskan diri dari kekalahannya. (Pramoedya Ananta Toer)
Eits! Dua kutipan langsung berturut-turut? Dalam ilmu tulis menulis, kata orang ini perilaku abnormal. Pun demikian, berlaku abnormal di tengah bangsa yang abnormal merupakan hal yang lumrah lah ya?
Setelah membaca keadaan, saya sampai pada kesimpulan bahwa bangsa yang kemerdekaannya diproklamirkan 17 Agustus 1945 silam, hari ini abnormal! Penyebabnya, malpraktek yang dilakukan rezim yang berkuasa paska hura-hara September 1965.
Orde Soeharto telah melakukan malpraktek sejarah sehingga bangsa ini menjadi cacat. Dan bila tak segera diobati maka mimpi menjadi bangsa yang mandiri, berdaulat dan berkepribadian hanya tinggal mimpi.
Menurut hemat saya, satu di antara beberapa pil mujarab penyembuh malpraktek itu tak lain dari meluruskan kembali sejarah panjang bangsa ini. Bukankah kita sudah sama-sama tahu, bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya.
Indonesia, oh…
Pembaca yang budiman, ibarat orang keseleo, bangsa ini perlu diurut. Kini, coba sama-sama kita urut sejarah itu pelan-pelan… (Pada bagian ini saya sarankan agar Anda membacanya sambil minum kopi panas)
Kata Indonesia pertamakali muncul di dunia tahun 1850 atau 160 tahun lalu di majalah ilmiah tahunan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Orang yang berperan melahirkan kata Indonesia; James Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl. Keduanya jurnalis majalah yang terbit di Singapura itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_nama_Indonesia)
Nama Indonesia kemudian dipakai oleh Adolf Bastian, seorang guru besar etnologi di Universitas Berlin dalam buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel yang terbit tahun 1884. Buku inilah yang mempopulerkan nama Indonesia di kalangan sarjana Belanda.
Ketika Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara dibuang ke Belanda tahun 1913, beliau mendirikan biro pers dengan nama  Indonesische Pers-bureau.
Di tanah air, nama Indonesia dipopulerkan oleh para kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejarah mencatat, 23 Mei 1920, pada kongresnya yang ke tujuh,Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV)–organ sempalan Sarekat Islam–berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia.Semaoen, Ketua Sarekat Islam Semarang, terpilih sebagai ketua. Darsono sebagai wakil ketua. Bergsma sebagai sekretaris dan Dekker sebagai bendahara.
Desember 1920 nama Perserikatan Komunis Hindia dirubah jadi Partai Komunis Indonesia. Inilah partai politik pertama yang memakai nama Indonesia. Sejak itu, jadilah nama Indonesia memiliki makna politis sebagai identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Tak tanggung-tanggung. Imbasnya sampai keluar negeri. Tahun 1922, Indische Vereeniging, organisasi perkumpulan pelajar kita di Belanda merubah nama jadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Majalah yang mereka terbitkan pun berganti nama menjadi Indonesia Merdeka dari semula Hindia Poetra.
Seiring meluasnya basis PKI, orang-orang di bumi Nusantara ini semakin mengenal nama Indonesia.  25 Desember 1925, pimpinan PKI menggelar pertemuan di Prambanan, Jogjakarta. Pertemuan itu memutuskan perlunya mengadakan aksi bersama merebut kemerdekaan dari tangan Belanda.
Pemberontakan yang semula direncanakan pada 18 Juni 1926, baru meletus 12 November 1926 hingga 1927. Sejumlah daerah seperti Sawahlunto, Padang Panjang, Padang Sibusuk, Silungkang, Banten, Jakarta, Tasikmalaya, Ciamis, Majalengka, Kuningan, Indramayu, Banyumas, Solo, Boyolali, Kediri, Pekalongan bergolak hebat.
Sayangnya, pemberontakan itu berhasil ditumpas oleh Belanda. Akibatnya 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, 4.500 orang dijebloskan ke penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim ke Digul. Inilah kaum nasionalis generasi awal. Perintis kemerdekaan Indonesia. Adapun tujuan Indonesia merdeka, silahkan klik; http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1924-Menuju.htm
Paska itu, sebagai pelanjut angkatan, pada tanggal 4 Juli 1927 bersama-sama dengan Tjipto Mangunkusumo, Soekarno mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dan menjadi partai tahun 1928. Di tahun itu juga Sumpah Pemuda dikumandangkan. Nama Indonesia sebagai identitas sebuah bangsa kian berkibar.
Inilah fase awal pengenalan nama Indonesia dan pergerakan kemerdekaan. Sebelum itu siapa pula yang mengenal kata Indonesia?
Ayo kita buka lagi lembaran-lembaran sejarah. Dulunya, bangsa Tionghoa menyebut tanah air kita Nan Hai (Kepulauan Laut Selatan). Bangsa India menyebut Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang). Bangsa Arab menyebut Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Bangsa Eropa menyebut Indische Archipel atau Indian Archipelago (Kepulauan Hindia). Unit politik jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda).
Pendek cerita, 17 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan dideklarasikan. Revolusi 45 ini melahirlah Republik Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara.
Bila diperas, Pancasila dan UUD 1945 adalah sosialisme! Lagi pula mana mungkin Indonesia merdeka menganut kapitalisme. Itukan faham penjajah. Faham yang ditentang keras oleh kaum pergerakan kemerdekaan.
Ganyang Kapitalisme!
Sedikit banyak cerita lama sudah kita timba sebagai titik tolak untuk meninjau relevansinya di masa kini. Ayo sama-sama kita tinjau kadar kekiniannya…
Malpraktek rezim Soeharto telah membawa bangsa ini kembali ke jurang kehancuran. Kapitalisme pun kembali melenggang dan Pancasila kehilangan sila-silanya.
Rezim otoriter kapitalis militeristik Soeharto sudah tumbang, memang. Tapi, sisa-sisa kekuatannya hingga kini masih bercokol kuat di pemerintahan. Kapitalisme pun muncul dengan jubah baru bernama neoliberalisme. Indonesia masih terjajah!
Siapa yang tidak tahu, Republik Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini tengah dililit hutang luar negeri!
Siapa yang tidak tahu, hasil tambang kita dikuasai oleh pemodal-pemodal asing, hanya sedikit persenannya untuk bangsa ini!
Siapa yang tidak tahu bahwa bangsa ini pengekspor budak-budak ke luar negeri!
Siapa yang tidak tahu, sulitnya lapangan pekerjaan dan upah murah yang eksesnya menjadikan bangsa ini menjadi pengekspor TKI [baca:budak] ke negeri tetangga!
Sementara, unsur-unsur massa rakyat sibuk bersiteru, sibuk menyatakan kelompoknya paling benar dan menuding kelompok orang selalu salah. Devide et impera! Politik adu domba untuk melemahkan pergerakan nyatanya masih melanggang kangkung hingga hari ini.
Dan ternyata dalam mengisi kemerdekaan, semangat membangun sebuah bangsa yang berdikari di lapangan ekonomi, berdaulat di ranah politik dan berkepribadian dalam kebudayaan, kian mengendor.
Lalu, Hari Kemerdekaan ke-65 tetap diperingati diberbagai tempat. Seremoni itu berlangsung meriah tatkala kapitalisme melenggang menginjak-injak bangsa ini. Inikah yang dicita-citakan para pejuang pergerakan kemerdekaan?
Mengakhiri tulisan ini perkenankan saya mengutip pernyataan Bung Karno; Revolusi Belum Selesai!
*esay ini dimuat dalam buku ‘Bunga Rampai Melawan Penjajahan Baru’ yang diterbitkan Panitia Festival Kemerdekaan 2010, tanggal 16 Agustus 2010 malam

Kamis, 26 Agustus 2010

Ketegangan Indonesia Malaysia

Ketegangan Indonesia Malaysia

Jumat, 27 Agustus 2010 | 12:44 WIB
bendera_indonesia_malaysia
JAKARTA: Hubungan dua Negara serumpun, Malaysia dan Indonesia, dipastikan akan terus memanas dalam minggu ini. Pihak Malaysia sendiri, seperti dilangsir Thestaronline.com, menyatakan tidak akan pernah minta maaf atas penangkapan tiga perwira maritime Indonesia.
“Saya merasa tidak perlu meminta maaf jika petugas tersebut diborgol. Saat seseorang berada di Malaysia, maka dia harus mengikuti hukum kita,” ujar Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman, di website tersebut.
Selain itu, menurut Datuk Anifah, pihak Perdana Menteri Datuk Seri Najib Tun Razak merasa kecewa atas pelemparan kotoran manusia di kedubes Malaysia saat demonstrasi anti-malaysia beberapa saat yang lalu.
Sementara itu, di dalam negeri Indonesia, berbagai kalangan menuntut pemerintah Indonesia, terutama sekali presiden dan menteri luar negeri, untuk mengambil tindakan tegas terhadap Malaysia.
Mantan Panglima ABRI, Jend. Purn Wiranto, yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina Hanura, meminta agar pemerintah harus bertindak tegas terhadap Malaysia. “Dalam menghadapi itu semua, keputusan yang diambil pemerintah harus berani, tegas, dan bijak”. katanya.
Hal serupa disampaikan oleh politisi PDI Perjuangan, Rieke Pitaloka, saat menggelar konferensi pers di gedung DPR, jumat (27/8). Menurutnya, pemerintah Malaysia tidak menunjukkan itikad baik terhadap pemerintah Indonesia, sehingga pemerintahan SBY harus berani mengambil tindakan tegas berupa pemutusan hubungan diplomatik.
Wakil ketua DPR, Priyo Budi Santoso juga memperingatkan pemerintah agar bersikap tegas menghadapi arogansi Malaysia. Bagi Priyo, ketegasan pemerintah Indonesia akan menunjukkan wibawa bangsa Indonesia.
Demonstrasi Terus Meluas
Demonstrasi mengecam tindakan Malaysia terus meluas, tidak hanya di kedubes Malaysia di Jakarta tapi juga konsulat-konsulat Malaysia di berbagai daerah, memperlihatkan kemarahan luas dari berbagai pihak di Indonesia.
Di Jakarta, kedubes Malaysia tidak pernah sepi dari aksi massa berbagai kelompok, bahkan kantor Petronas pun menjadi sasaran aksi massa.
Aksi serupa juga terjadi di Medan, Denpasar, Sukabumi, Kepulauan Riau, Makassar, Surabaya, dan lain sebagainya. Massa tidak hanya menyampaikan orasi dan kecaman, namun juga mengekspresikan kemarahan melalui pembakaran bendera Malaysia, melempar telur busuk, bahkan melempar kotoran manusia.
Aksi ini dimotori oleh kelompok-kelompok nasionalis, gerakan mahasiswa, dan juga organisasi-organisasi kemasyarakat yang fanatik.
Meski ada kekecewaan besar rakyat Indonesia terkait lemahnya posisi diplomasi pemerintah Indonesia terhadap Malaysia, namun sebagian masyarakat masih menuntut jalan damai. Di tengah kesulitan ekonomi dan krisis di dalam negeri, sebagian masyarakat masih berfikir untuk menggunakan jalan “dingin” untuk mengatasi masalah ini.
“Kita kecewa dengan SBY yang lemah. Namun, harus bagaimana mas, rakyat sendiri sedang mengalami kesulitan ekonomi,” ujar Harsono (34), seorang penjual bakso kepada Berdikari Online.
Menurutnya, kemiskinan dan berbagai persoalan di dalam negeri akan menurunkan semangat patriotisme. “Di dalam negeri, ada banyak pejabat pemerintah yang tidak beres, menindas rakyat, dan melakukan korupsi,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Andi Nursal, aktivis dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND). Katanya, garis kebijakan ekonomi-politik pemerintahan SBY-Budiono memang mengisyaratkan Indonesia menjadi bangsa kuli di antara bangsa-bangsa. “kalau mau tegas melawan penghinaan bangsa lain, maka SBY-Budiono harus diganti dulu,” tegasnya. (Berdikari Online)

Kamis, 19 Agustus 2010

Menanti Akhir Retorika Presiden

Menanti Akhir Retorika Presiden
Kamis, 19 Agustus 2010 | 2:35 WIB
Mendengarkan pidato Presiden SBY menyambut 17 Agustus, kita kembali disuguhkan klaim-klaim tentang keberhasilan dan rencana kebijakan yang jauh dengan kenyataan. Pidato tersebut memaparkan capaian-capaian yang telah diraih semenjak Reformasi; dimulai dengan capaian politik seperti kebebasan pers dan berpendapat, demokratisasi, desentralisasi, dan profesionalisme TNI.
Secara umum masa paska Reformasi digambarkannya sebagai suatu proses yang terus membaik. Namun bila ditilik lebih mendalam, periode ini terbagi menjadi beberapa masa jabatan presiden yang mana SBY menjabat terlama. Proses demokratisasi yang mendalam berlangsung pada masa pemerintahan Habibie dan Gus Dur yang menjabat sebelumnya. Pada masa SBY, demokrasi justru mengalami penurunan kredibilitas seiring merajalelanya politik uang dan hubungan balas-jasa (patron-klien). Menariknya, pidato SBY juga mengangkat keprihatinan terhadap politik berbiaya tinggi, padahal telah banyak diketahui bahwa Partai Demokrat yang menjadi kendaraan elektoralnya justru merupakan praktisi utama gaya berpolitik itu.
Memang harus diakui bahwa di masa SBY lah TNI tampil paling ‘jinak’. Namun terlalu berlebihan untuk menyatakan bahwa TNI telah “menjadi tentara profesional, tidak lagi berpolitik dan berbisnis”. Bagaimana ia bisa menyatakan itu ketika tim suksesnya dalam pemilu 2009, yang terkenal dengan “Operasi Senyap”-nya, bertaburan jendral-jendral yang menggerakkan jajaran angkatan bersenjata untuk memenangkan Partai Demokrat dan SBY?
Klaim tentang capaian ekonomi telah menjadi klise. Kokohnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat krisis finansial 2008 bukan disebabkan kebijakan pemerintah, melainkan sudah menjadi tren regional yang memang tidak terkena imbas besar tsunami finansial dari Wall Street.
Kredibilitas internasional, peringkat kredit, pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa dan lain sebagainya telah berulangkali digunakan oleh pemerintah untuk meyakinkan bahwa kebijakan ekonomi sudah benar. Indikator-indikator ini memang bisa meyakinkan para investor dan kekuatan finansial asing bahwa pemerintah SBY berjalan pada rel yang mereka tetapkan – yakni dengan memangkas pembelanjaan sosial dan menekan defisit anggaran. Namun rakyat kebanyakan yang merasakan langsung kemerosotan standar hidup tentunya tidak begitu saja bersepakat.
Angka alokasi anggaran menunjukan bahwa anggaran subsidi dalam RAPBN 2011 mengalami penurunan besar dibandingkan APBN 2010, yakni sebesar 26,5 trilyun rupiah. Dibandingkan komponen anggaran lainnya, persentase penurunan komponen subsidi adalah terbesar; dari 3,2% terhadap PDB pada 2010 menjadi 2,6% terhadap PDB pada RAPBN 2011. Padahal anggaran subsidi ini merupakan faktor penting yang menunjukan komitmen pemerintah dalam meringankan beban ekonomi rakyat dan memakmurkannya.
Dengan kebijakan anggaran pemerintah seperti ini, susah rasanya untuk mempercayai bahwa pilar pertama di antara tiga pilar dalam pidato SBY – kesejahteraan, demokrasi dan keadilan – benar-benar akan ditegakkan olehnya. Apalagi meyakini bahwa ia sedang mengupayakan suatu pembangunan yang berpihak pada rakyat miskin (pro-poor), penciptaan lapangan kerja (pro-job) dan lingkungan hidup (pro-environment). Pemotongan subsidi seperti listrik, BBM, gas, dsb. bukan saja memberatkan kehidupan rakyat tapi juga mencekik perindustrian atau sektor riil yang menyediakan lapangan kerja terbanyak. Pada akhirnya ketiga pro- tersebut hanya menjadi hiasan saja bagi kegandrungan pemerintah terhadap pro- yang satunya lagi: pro-pertumbuhan (ekonomi). Padahal angka pertumbuhan yang diterbitkan pemerintah lebih banyak menggambarkan pertumbuhan perusahaan besar termasuk asing.
Retorika seperti ini memang sudah menjadi santapan sehari-hari dari pemerintahan SBY. Sudah berapa banyak saja rakyat dikecewakan ketika menemui kenyataan bahwa klaim-klaim SBY seperti contohnya pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi begitu jauh dari kenyataan di lapangan. Kasus-kasus korupsi masih marak dan menggila, sementara kasus besar dan serius seperti Bank Century justru terombang-ambing di tengah kesepakatan-kesepakatan elit politik di balik layar. Di institusi-institusi negara seperti kepolisian atau dirjen pajak, rakyat biasa yang tak punya hak istimewa masih begitu sering dipersulit dan diperas oleh birokrasi, sementara mereka yang mampu membayar atau berkedudukan penting dapat dengan mudah mendapat perlakuan-perlakuan istimewa.
Susah untuk tidak mempertanyakan sampai kapan kebohongan ini akan berakhir.  Atau barangkali memang ada suatu upaya sistematis yang hendak menjadikan seribu kebohongan menjadi kebenaran.
Link : Editorial Berdikari Online

Rabu, 11 Agustus 2010

Selamat Menjalankan Ibadah Ramadhan 1431 H
Rabu, 11 Agustus 2010 | 1:34 WIB
Umat Islam mulai menjalani ibadah puasa Ramadhan 1431 H. Bulan yang sangat bermakna ini yang disertai laku keprihatinan menahan lapar, haus..disertai juga situasi-situasi sosial, politik dan ekonomi yang memprihatinkan: korupsi yang masih merajalela, kenaikan harga kebutuhan pokok, letupan kompor gas yang kebanyakan mencelakakan rakyat kecil, serangan terhadap kebebasan berkeyakinan, menjalankan ibadah masih berlaku seakan tak ada Negara yang melindungi hak-hak warga-negaranya.
Di luar itu, tradisi yang tampak selama bulan Ramadhan adalah meningkatnya konsumsi rakyat yang bisa berarti positif bila menghidupi ekonomi dalam negeri. Pedagang-pedagang kecil, terutama penjual kolak bermunculan di jalan-jalan. Nilai-nilai kebersamaan tumbuh menjadi pelajaran sehari-hari dalam berbagai acara, pun yang terbuka untuk umat lain: buka puasa bersama misalnya. Ini menunjukkan nilai berbagi terhadap sesama terutama rakyat miskin masih terus menghidupi. Kepedulian sosial dengan demikian ditumbuhkan dan dipraktekkan.
Akan tetapi disadari pula bagaimana nilai-nilai kebersamaan, berbagi, kepedulian social ini terus menghadapi tantangan nilai-nilai yang justru sering berlawanan. Kita lihat: kesenjangan social yang semakin sangat lebar yang berpotensi semakin menimbulkan usaha-usaha kriminalitas yang mencederai martabat manusia. Kita serasa hidup dalam penjajahan bila menengok kualitas hidup yang semakin merosot: kesulitan lapangan kerja, mahalnya pendidikan dan biaya kesehatan dan bagaimana apparatus Negara sering melakukan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri terutama kaum papa entah dengan alasan apapun.
Pada bulan Ramadhan kali ini, tak bisa dilupakan juga peristiwa besar bangsa kita yang memerdekakan diri 65 tahun yang lalu: 17 Agustus 1945. Dan kita ingat bagaimana hari-hari dramatik, penuh harapan dan resiko perjuangan dalam memerdekakan bangsa ini terjadi di hari-hari yang penuh arti: Ramadhan. Walau begitu kita rasakan bagaimana Bung Karno dan Bung Hatta serta para pemuda begitu getol ingin memerdekakan bangsa dari penjajahan ini. Proklamasi Kemerdekaan dari penjajahan itu menjadi bagian dari hari-hari yang berarti selama bulan Ramadhan. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ini jugalah yang menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara hingga kita masih berdiri di sini walau banyak pekerjaan dari Proklamasi Kemerdekaan belum dapat diselesaikan seperti yang sudah disebutkan: rakyat yang diperjuangkan kemerdekaannya itu tetap masih kesulitan hidup dan terlunta-lunta dalam kemiskinan. Jembatan Emas kemerdekaan belum menjadi sarana untuk keadilan dan kemakmuran rakyat negeri.
Baiklah di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini dengan situasi-situasi yang mengiringinya, di saat refleksi selama sebulan penuh dalam situasi ekonomi yang memprihatinkan ini, kita ingatkan bahwa Negara tak boleh abai dalam memenuhi dan menjamin kebutuhan pokok rakyat: pangan, papan, sandang. Itulah juga sebagian dari segala proses dan tujuan perjuangan kemerdekaan bangsa kita. Negara pun bisa mengontrol harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari di pasar sehingga tak semakin memberatkan beban hidup rakyat. Di samping itu Negara juga harus semakin aktif melindungi kebebasan berkeyakinan, menjalankan ibadah agama dan kepercayaan masing-masing warga negara sebagaimana amanat konstitusi dari Negara yang merdeka.
Islam sendiri tumbuh dalam semangat melawan perbudakan; karena itu anti penjajahan. Semoga di bulan Ramadhan 1431 H, ini semangat bangsa untuk membangun kebersamaan, saling berbagi dan semakin peduli pada kondisi social yang tak adil sehingga kita bergerak untuk mengubahnya, semakin mendapat tempat.
Sekali lagi, selamat menunaikan ibadah Ramadhan 1431 H.

Selasa, 03 Agustus 2010

Tujuan Persatuan Adalah Menghancurkan Neoliberalisme

Tujuan Persatuan Adalah Menghancurkan Neoliberalisme
Suara Mayoritas.Blospot.com/Rabu, 4 Agustus 2010 pukul 12 : 12 WIB
 Memang mudah mengucapkan persatuan tapi akan lebih mudah dan mantab lagi jika kita mampu untuk melakukan persatuan. Kita juga selalu berpikir bahwa kendala utama penghalang untuk menyatukan gerakan adalah eksistensi organ yang kadangkala dialasankan sejarah pembangunan organ itu. kadang-kita memang terjebak disini (eksistensi). kedepan, ini jangan kita jadikan alat pemberat untuk menyatukan gerakan kerakyatan karena kita ingin hidup di bumi ini seribu tahun lagi dengan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan bersama tanpa diskriminasi, penindasan antar sesama.

Hari demi hari, dalam menjalani aktivitas kehidupan ini kita seolah dipaksa untuk berlaku individualistik, di tambah lagi komersialisasi dan budaya konsumtif yang disokong oleh media-media komunikasi. inilah misi agung neoliberal dengan mencangkokan konsep Neoliberal kedalam budaya konsumeristik sukses memecah belah pemikiran kita yang mestinya fokus secara bersama bersatu untuk mmengelola hasil  bumi pertiwi  dan wajib meratakan-nya disandarkan semangat gotong-royong. ya benar, kunci persatuan kita adalah persatuan Anti Neoliberalisme !"

Pendiskusian mengenai hakekat Neoliberalisme semenjak awal sudah kita sandarkan pada situasi riil dalam menjelaskan-nya. oleh sebab itu sangat mudah melihat praktek-praktek Neoliberal dalam kehidupan kita. Perampasan tanah-tanah rakyat, penggusuran paksa, komersialisasi pendidikan, Komersialisasi kesehatan, deindustrialisasi, Hutang luarnegeri, PHK massal (silahkan tambahkan sendiri).

Nah akhir tulisan singkat ini aku ingin menyerukan kepada kaum muda : "Bersatulah pahami bahwa  telah beberapa kali persatuan kita hancur karena Persatuan yang malu-malu atau kusebut persatuan eksistensialitik, majulah kalian kaum muda untuk menhancurkan Neoliberalisme !!!"

Senin, 02 Agustus 2010

Bersatu untuk Merdeka

Senin, 2 Agustus 2010 | 18:06 WIB
Oleh : Gede Sandra
“Mari Bung Rebut Kembali!”(potongan syair lagu Halo-Halo Bandung)
Hanya sebagian warga negara saja yang merasa bahwa Indonesia belum merdeka, sebagian lagi tidak sadar. Memang tegas dikatakan dalam preambule UUD 1945, bahwa Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, namun kini seperti ada sebagian bangsa yang mendominasi bangsa lainnya. Bangsa atau nasion hanya merupakan warna dari negara berdaulat. Menjadi problem sebagian bangsa di dunia pula: kedaulatannya terancam. Di Asia Tenggara, praktis hanya Indonesia dan Philipina yang cukup tertinggal. Mengapa, di negeri yang sudah merdeka 65 tahun, Indonesia (bersama Philipina) masih terus mengekspor tenaga kerja rendah keahlian, itu adalah sebuah pertanyaan yang hendak kita gugat. Kita, yang sehari-hari hidup sebagai layaknya aktivis di negeri dunia ketiga, jujur merasa bahwa nasion kita memang masih belum memiliki kedaulatannya sendiri.
Usia 65 tahun adalah usia yang masih muda bagi suatu nasion yang berpenduduk besar seperti Indonesia. Selama rentang sependek itu, terjadilah 5 tahun (1945-1949) revolusi fisik dan reformasi diplomasi, 9 tahun liberalisasi politik yang tidak bertanggung jawab, dan 6 tahun (1949-1965) kontradiksi kelas buruh-tani melawan tentara-pemodal asing, yang akhirnya pemodal sukses menumbangkan figur Sukarno. Jenderal Suharto, figur new order selama 32 tahun (1965-1998) berikutnya telah terlampau banyak mendistorsi sejarah nasion dan melembagakan korupsi terlalu masif hingga ke kampung-kampung. Demokrasi jelas bukan barang langka bagi Suharto, dia adalah tirani militer sayap kanan yang paling sukses dan dibanggakan kaum imperialis – karena penghisapan habis-habisan SDA dan tenaga buruh kita. Terakhir adalah 12 tahun yang dilematis, berbicara rakyat tapi masih terus mengemban mazhab neoliberal.
Para guru bangsa seperti Gus Dur dan Megawati memang tidak simpatik terhadap arah ekonomi kanan ini, tetapi sayang tidak serius melakukan konfrontasi terbuka dengannya. SBY, karena patuhnya pada Amerika Serikat, sebagian intelektual menjuluki menantu Sarwo Edhie ini sebagai gubernur jenderal nya Bank Dunia dan IMF. Jangan-jangan benar lah berita bahwa, Indonesi adalah negara bagian ke 52 Amerika Serikat. Papua adalah negara bagian ke 51.
Bagi SBY tidak ada peluang untuk bicara kemandirian bangsa tanpa konfrontasi dengan ExxonMobil, Chevron, Freeport, dll. Jika SBY kelu lidahnya di depan barat, maka dari rakyat sendiri akan lahir tokoh yang bersuara untuk kedaulatan rakyat atas tanah dan segala isinya seperti diatur Pasal 33 UUD 1945. Hanya anak-anak muda lah yang berani melawan imperialisme tepat di jantung hatinya. Tokoh itu akan lahir dari kampung-kampung miskin, mereka adalah anak-anak kandung neoliberalisme.  Ingat, SBY bukan penghujung sejarah bangsa ini, akan ada calon-calon penggulingnya. Menyitir Bung Karno, Indonesia tidak akan cuma berumur 65 tahun, 70 tahun, atau 80 tahun, melainkan kalau bisa Indonesia akan terus bersatu hingga 1000 tahun lamanya. Bersatu untuk selama-lamanya.
Bersatu
Bersatu adalah berbicara tentang bagaimana kita melakukan formasi. Di dalam lapangan diplomasi untuk persatuan, tidak perlu melulu kita tonjolkan perbedaan-perbedaan arah kita. Kita ini besatu untuk melawan penjajah dan kaki tangannya, rakyat harus paham hal itu- bukan melawan antar kawan. Tidaklah perlu berlawan pada kawan. Karena penyakit eksistensialis juga lah, paska reformasi tidak ada suatu persatuan di kalangan gerakan rakyat dan intelektual yang cukup menonjol. Dalam kerangka formasi, kebanyakan aktivis measih memandang bahwa ia memiliki perbedaan cara pandang, itulah yang kurang tepat.
Dalam bersatu kita harus memprioritaskan unsur-unsur yang sama yang dapat dikerjakan bersama sesaat ke depan dulu. Jika akhirnya front memiliki kerjasasama jangka panjang, mungkin akan lebih mudah jika kesemuanya fusi menjadi sebuah gerakan politik tunggal, apakah itu ormas atau partai politik tergantung keinginan para perintis persatuan tersebut. Yang paling inti adalah bagaimana setiap aktivis dapat menjadi pemersatu, pencipta persatuan antara rakyat dengan rakyat, rakyat dengan mahasiswa, rakyat dengan pengusaha progresif, dan rakyat dengan cendikia.  Tugas persatuanlah untuk selalu mencerdaskan rakyat, karena rakyat yang cerdas adalah pembuka pintu gerbang nasion menuju kemakmuran.
Adalah tugas sejarah bagi kaum muda untuk bersatu. Menghilangkan segala perbedaan, dan sebanyak mungkin menggali persamaan. Karena, tanpa perlu kita tonjol-tonjolkan juga, perbedaan adalah lumrah. Yang sulit adalah mencari unsur yang identik di tengah kemelut perbedaan cara pandang. Bersatu juga adalah suatu perjuangan tersendiri yang amat teramat sangat melelahkan. Tapi, jika kelak lahirlah itu persatuan, maka jalan untuk kedaulatan semakin ringkas. Zaman adil itu akan datang, tidak lama lagi. Bagi segenap kaum republiken, mari  kita bersatu untuk rebut kembali kemerdekaan nasion.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-65, Merdeka!!
*) Penulis adalah Sekretaris Jenderal Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD)

Kebebasan Berkeyakinan

Selasa, 3 Agustus 2010 | 11:29 WIB
Kekerasan karena perbedaan keyakinan kembali terjadi di dua tempat baru-baru ini. Masing-masing yang menjadi “korban langsung” adalah pengikut Ahmadiyah di Kuningan Jawa Barat (28/7), dan jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Bekasi (01/8). Dari kejadian-kejadian semacam ini kita mengetahui peran negatif negara di balik kasus-kasus yang terjadi. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia sebenarnya telah menjamin adanya kebebasan berkeyakinan. Hal ini sesuai dengan semangat dasar atau konsensus berbangsa yang berangkat dari keragaman keyakinan dan tradisi. Lebih jauh, berkeyakinan merupakan capaian tiap-tiap manusia dalam menyimpulkan pengetahuannya, sehingga tak bisa diatur oleh instrumen kekerasan apapun. Namun sejumlah peraturan yang bertentangan dengan konstitusi tampaknya sengaja dibuat dan dilestarikan. Negara cq pemerintah justru menggunakan perangkat kekerasan untuk memaksa “tak boleh ada” nya suatu keyakinan yang kenyataannya sudah ada.
Sementara, di luar masalah keyakinan—yang sebenarnya berada jauh dalam pikiran setiap orang, hal-hal pelik masih meliliti kehidupan rakyat setiap hari. Kemiskinan begitu nyata sehingga kita sulit mengelak, meski hanya sehari, di antara realitas sekarang. Ketidakadilan sosial kita temukan di dunia informasi maupun melalui kontak langsung. Kita saksikan ekonomi rakyat yang semakin terpuruk karena penjajahan baru oleh pihak asing yang berkomplot dengan segelintir orang dari bangsa sendiri. Penyelesaian atas persoalan penjajahan baru ini membutuhkan suatu konsentrasi tersendiri, terutama untuk menghimpun persatuan nasional, menjawab persoalan kebangsaan secara lebih menyeluruh dan fundamental.
Sebagaimana digambarkan para ahli sejarah, Nusantara merupakan negeri maritim yang terbuka terhadap perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban di dunia. Keterbukaan dalam hal interaksi budaya merupakan konsekuensi dari posisi geografisnya yang berada di antara peradaban besar tersebut. Lebih lanjut keterbukaan ini membawa pencampuran tradisi dan keyakinan yang beraneka ragam. Apalagi, sebelum pengaruh peradaban India maupun Tiongkok masuk ke Nusantara, telah ada bermacam-macam keyakinan yang dilestarikan secara turun-temurun, dan berada di pulau-pulau yang terpisah. Jadi sangat bisa dipahami, bila ada data menyebutkan di Indonesia terdapat ratusan kepercayaan, dan sebagian dari kepercayaan tersebut masih punya penganut hingga kini. Para penganut ini secara faktual merupakan warga negara Republik Indonesia, sah, tak berbeda dengan yang lain.
Oleh karena itu, sepanjang suatu keyakinan memiliki penganut di negeri ini maka negara berkewajiban menjaga dan melindungi penganut tersebut. Kenyataan adanya peraturan perundang-undangan yang masih membatas-batasi masalah keyakinan merupakan suatu keputusan yang ahistoris di satu sisi, dan kekacauan sistem pemerintahan di sisi yang lain. Memang aneh, di tengah tensi konflik horisontal yang meningkat pesat dalam paruh tahun ini, presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak tampak bertindak apapun. Sementara pemerintahan lokal dan atau aparatus terkait cenderung melepas tangan, atau justru mengambil keuntungan pragmatis dengan memanfaatkan keadaan tersebut.
Kami berharap agar rakyat Indonesia tidak mudah terprovokasi oleh kejadian-kejadian seperti ini, dan tetap berkonsentrasi pada persoalan yang lebih fundamental yaitu persoalan ekonomi-politik bangsa yang terjajah ini. Kami juga menuntut pemerintahan SBY-Boediono untuk secepat-cepatnya mengambil langkah tegas, mencabut seluruh peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi—yang menjamin kebebasan berkeyakinan. Namun langkah formal ini tidak akan berarti apa-apa bila hal kayakinan dan keagamaan masih digunakan sebagai instrumen politik oleh penguasa melalui cara yang berbeda. Sampai di sini dibutuhkan kejernihan mengungkap asal-usul konflik sebagai ekspresi dari suatu sistem ekonomi yang menindas. Penindasan itu lahir dari penjajahan, dan penjajahan senantiasa berharap adanya perpecahan di kalangan pihak yang dijajah. Jadi, tepat kiranya jika menghadapi kasus ini turut kami serukan cukup sudah politik mengadu-domba rakyat, mari bersatu lawan penjajahan baru!

Mencari Pemimpin Inspiratif

Selasa, 3 Agustus 2010 |11:27 WIB

Editorial
Kita hidup dalam sebuah situasi dimana partisipasi politik sudah sangat menurun, terutama dalam sepuluh tahun terakhir, sedangkan pada saat yang sama tumbuh sentimen ketidakpercayaan terhadap partai politik dan politisi. Kita menamai proses atau kecenderungan ini sebagai krisis politisi dan institusi politik.
Sejak pemerintah menjadikan neoliberalisme sebagai “pandangan hidup” dan dasar kebijakan politiknya, maka sebagian besar rakyat telah dilemparkan keluar dari kehidupan politik secara umum. Penguasa telah menjadi entitas terpisah dari rakyat, apparatus negara telah menjadi musuh dari rakyat, dan Undang-undang telah menyakiti hak-hak sosial, ekonomi, dan politik rakyat.
Dalam situasi demikianlah rakyat Indonesia mulai patah arang, bahwa tiada lagi sosok pemimpin yang dapat diharapkan, dan jalan untuk perubahan atau perbaikan nasib telah tertutup sangat rapat. Di pemerintahan nasional, setelah 12 tahun proses penjatuhan rejim Soeharto, tidak satupun kepemimpinan nasional yang sanggup melakukan perbaikan nasib rakyat dan memberikan arah perubahan.
Namun, di balik kesulitan-kesulitaan dan ketiadaan alternatif itu, situasi politik lokal justru menjanjikan dinamika politik baru; kelahiran pemimpin lokal yang sanggup membuat gebrakan perubahan. Jumlah mereka memang sangatlah kecil, dan pemberitaan atau informasi mengenai mereka pun sangat minimal.
Dalam catatan kami, ada beberapa orang bupati atau kepala daerah yang telah anomali dari situasi itu, diantaranya Untung Wiyono (Sragen), I Gede Winasa (Jembrana), David Bobihu Akib (Gorontalo), Rustriningsih (Kebumen), Endang Setyaningdyah (Demak), Suyanto (Jombang), dan masih banyak lagi.
Keberhasilan mereka tentu tidak jatuh dari langit, melainkan lahir dari sebuah pendekatan, kerja keras, dan keberpihakan dalam merumuskan kebijakan.
Keberhasilan mereka tidak kalah dengan prestasi serupa di Kerala (India), Rio Grande Sul (Brazil) Montevideo (Uruguay), dan sebagainya. Di Sragen, sang Bupati Untung Wiyono berhasil melakukan sejumlah terobosan penting, diantaranya, membangun jalan-jalan dan jembatan yg menghubungkan desa-desa dengan perkotaan, mengubah lahan tidak produktif menjadi produktif, dan menyalurkan kredit bagi rakyat.
Selain itu, Untung Wiyono juga berhasil menciptakan pelayanan perizinan satu atap dengan pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT), program e-government (sistem online antarsatuan kerja, kecamatan, desa), dan program “Homeschooling”, dimana si anak tidak harus datang ke sekolah, tapi cukup membaca modul yg bisa di download ke Cellphone ataupun lewat komputer di kantor kelurahan.
Prestasi serupa juga ditunjukkan Bupati Jembrana, I Gede Winasa, yang sangat dikenal dengan program pendidikan gratisnya. Demikian pula dengan Rustriningsih di Kebumen, Endang Setyaningdyah di Demak, dan lain sebagainya.
Keberhasilan mereka tentu tidak jatuh dari langit, melainkan lahir dari sebuah pendekatan, kerja keras, dan keberpihakan dalam merumuskan kebijakan.
Ketika baru dilantik sebagai bupati, Untung Wiyono menjelaskan, ia berhadapan dengan situasi yang sangat sulit, seperti angka kemiskinan yang sangat tinggi, jumlah pengangguran yang besar, dan masyarakat yang hampir kehilangan harapan. Selain menggunakan spanduk bertuliskan “Obah mamah; Nek ora obah, ora  mangan” di berbagai pelosok kampung, dia pun menggunakan seni pewayangan untuk menarik partisipasi rakyat untuk bergerak dan membangun.
Rustriningsih juga berhasil membangun komunikasi yang efektif dengan rakyatnya. Dia mengajak warganya berpartisipasi aktif melalui dialog interaktif seperti Selamat Pagi Bupati (SPB), dimana dia berkonsultasi langsung dan mengajak rakyat untuk mencari solusi pemecahan terhadap masalahnya.
Dengan melihat sepak-terjang para bupati itu, kita seolah-olah bertemu dengan secercah harapan; bahwa kita bisa mengubah situasi yang tidak mungkin hari ini untuk menjadi mungkin di hari esok.
Di Brazil, setelah partai Buruh berhasil melakukan eksprimen di sejumlah kota, mereka pun segera memanjat kekuasaan nasional dan berhasil. Ini menjadi penting bagi diskusi kaum pergerakan, untuk menjadikan pemerintahan lokal sebagai basis pijakan untuk menunjukkan kepada rakyat, bahwa mereka sanggup melakukan perubahan di lokal dan nasional.

Sabtu, 31 Juli 2010

Fraksi Kebersamaan : Pemerintah Wajib Perhatikan Insentif Ketua RT

Politiksaman.com-Lubuklinggau (30/07),Fraksi Gabungan Kebersamaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan meminta pihak eksekutif memperhatikan insentif para ketua Rukun tetangga (RT). Hal ini disampaikannya ketua Fraksi Gabungan Kebersamaan, Raden Syailendra pada rapat paripurna pembahasan Rancangan peraturan daerah (Raperda)pertanggung jawaban Anggaran Pengeluaran dan pendapatan daerah (APBD) Kota Lubuklinggau tahun anggaran 2009. "Kepada saudara Walikota untuk memperhatikan dan mempertimbangkan persoalan insentif/gaji untuk kesejahteraan ketua RT yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sementara harga kebutuhan pokok semakin meningkat, " katanya diruang paripurna DPRD Lubuklinggau, didampingi sekretarisnya Yulius dari partai PPDI(28/07). Ia juga menambahkan, perhatian terhadap ketua RT ini merupakan hal yang mutlak diberikan oleh pemerintahan daerah, karena selain sebagai ujung tombak pemerintah daerah dalam sektor perolehan pendapatan asli daerah (PAD) sektor pajak bumi dan bangunan (PBB), Ketua RT juga merupakan instrumen penting dalam memaksimalkan kota Lubuklinggau sebagai daerah yang berorientasi pada barang dan jasa. "RT merupakan orang yang pertama bersentuhan kepada rakyat dalam menjalankan kewajibanya merealisasikan program pemerintahan daerah, baik itu dari segi pendapatan daerah seperti pajak PBB, juga merupakan instrumen penting untuk menjaga kondisi kondusif guna menjaga pertumbuhan investasi daerah. Bayangkan jika para RT ini tak menjalankan tugs dan fungsinya dengan alasan insentif yang minim, perolehan PAD kita yang sebagiian besar dari Pajak PBB, tak akan terrealisasi seperti sekarang, " tambahnya. Selain permasalahan insentif RT, fraksi ini juga menyoroti masalah kesemerawutan masalah parkir, masalah izin pendirian kantor cabang Bank Mandiri di simpang RCA, yang parkirnya membuat macet jalan yang dapat berdampak terjadinya Lakalantas. kemudian fraksi ini juga meminta kepada walikota menegur kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang jarang berada dikantor. Serta meminta Riduan effendi selaku kepala daerah mengintruksikan SKPD terkait untuk mengantisipasi gejolak sosial terutama masalah tabung gas elpiji 3 kilogram yang tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). (edo*)

Selasa, 27 Juli 2010

Pendidikan Gratis Menulis Benar

Cara Mudah Menulis

 

Menulis itu ekspresi diri, menulis itu menyenangkan, menulis itu bisa menghasilkan uang, dan menulis adalah bagian dari kehidupan kita. Namun sayang, masih banyak orang yang menganggap bahwa menulis itu sulit. Lensa ini akan menunjukan kepada Anda bagaimana cara menulis dengan mudah.

Mulailah Menulis 

Langkah Awal Agar Bisa Menulis

Saat Anda mengatakan tidak bisa menulis dan Anda diam saja, maka selamanya Anda tidak akan bisa menulis. Langkah pertama agar Anda bisa menulis ialah mulailah menulis.

Saya bingung mau menulis apa?

OK, saya tahu, bagi yang belum biasa menulis, memulai sebuah tulisan adalah sesuatu yang berat. Namun ini harus Anda lakukan jika Anda ingin bisa menulis. Anda harus mulai menulis. Saya akan tunjukan caranya agar Anda bisa mulai menulis sekarang juga.

Untuk latihan, Anda tidak perlu menulis sesuatu yang baru. Serius. Cobalah Anda menulis dengan cara mencontek tulisan orang lain dulu. Betul, Anda cari tulisan orang lain dan Anda boleh tulis ulang 100%. Hanya saja ini bukan untuk publikasi, tetapi sekedar untuk latihan saja.

Terlihat sederhana tetapi ini adalah trik ampuh agar Anda mau memulai menulis. Setelah Anda mencoba menulis ulang tulisan orang lain secara berulang-ulang maka otak dan tubuh Anda sudah mulai terbiasa menulis.

"Terbiasa Menulis" adalah pintu gerbang Anda menuju dunia tulis menulis. Inilah langkah awal yang akan membuat Anda menjadi penulis handal. Ini adalah langkah sederhana dan bisa dilakukan oleh siapa pun. Maka tidak ada alasan untuk tidak melakukan hal ini, sebab langkah ini mudah dan membawa manfaat yang besar.

Carilah bahan-bahan tulisan dari berbagai sumber, seperti majalah, buku, artikel di internet, koran, dan sebagainya. Carilah tulisan yang menarik dan tulis ulang.

Menulis ulang bukan hanya agar Anda pandai menulis, tetapi manfaat lainnya Anda akan menyerap ilmu dari bacaan yang Anda baca menjadi lebih baik. Ini juga akan menjadi bekal bagi Anda supaya menjadi penulis handal.

Jika Anda tidak mau memulai latihan sederhana ini, berarti Anda tidak serius ingin belajar menulis. Mungkin Anda berpikir bahwa latihan ini tidak akan membawa manfaat bagi Anda. Saya sudah membuktikannya, saya sudah menulis ratusan artikel dan puluhan ebook. Saya dimulai dengan latihan menulis tulisan orang lain.

Latihan ini adalah suatu pembiasaan atau membentuk pola kebiasaan baru bagi otak dan tubuh Anda. Kebiasaan akan memberikan kekuatan luar biasa untuk kemampuan Anda. Adalah benar jika ada orang yang mengatakan "bisa karena biasa".

Coba Anda pikirakan, Anda begitu pandai, otomatis, dan tanpa berpikir saat memindahkan persneling mobil Anda. Padahal saat mulai belajar hal ini sangat sulit. Tetapi karena saat ini Anda sudah terbiasa, maka semuanya menjadi mudah.

Intinya ialah, biasakan menulis. Apa pun isi tulisan Anda, pokoknya biasakan dulu menulis. Jika Anda tidak mau membiasakan diri menulis, jangan mimpi ingin menjadi penulis.

Saya Menulis 

 

Koleksi Tulisan Saya

Metode saya membuat saya sangat produktif dalam menulis. Anda bisa melihat berbagai tulisan saya pada link-link dibawah ini. Ada berupa artikel dan ebook. Mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi buat Anda.
Motivasi Islami
Koleksi artikel-artikel saya mengenai motivasi dan pengembangan diri. Total artikel yang dipublikasi dan tidak dipublikasi melalui web, sudah 300 artikel lebih.
Blog Rahmat
Disini saya tulis berbagai artikel selain motivasi dan pengembangan diri.
Beautiful Mind Power
Ini adalah koleksi ebook-ebook yang sudah saya tulis dan dipublikasikan. Khusus untuk ebook tentang finansial, motivasi, dan pengembangan diri.
Usaha Terbaik
Koleksi ebook yang berkaitan dengan bisnis online.

Isilah Dulu Kepala Anda 

Apa yang akan Anda tulis jika kepala Anda kosong?

Saya kira ini adalah sangat logis. Anda akan bisa menulis jika Anda mau mengisi kepala Anda terlebih dahulu. Bagaimana sebuah botol bisa mengisi gelas dengan air jika botol itu sendiri kosong. Jadi, jika Anda mau menjadi penulis, Anda juga harus mau menjadi pembaca yang baik.

Mungkin Anda sudah merasa pintar, silahkan saja buktikan kepintaran Anda dengan menulis. Jika Anda masih sering mentok atau menulis hanya berputar-putar saja, maka Anda harus mengisi kepala Anda dulu.

Bacalah buku, ebook, koran, majalah, atau apa pun yang bisa Anda baca. Jangan pelit untuk membeli buku dan ebook. Tunjukan bahwa Anda serius ingin menjadi penulis. Anggarkan uang untuk membeli buku dan ebook sebanyak yang bisa Anda beli.

Bicaralah dengan orang lain, Anda bisa mendapatkan banyak wawasan dengan berbicara dengan orang lain. Wawasan Anda akan tergantung dengan siapa saja Anda bicara. Jika Anda ingin mengetahui banyak tentang bisnis, Anda harus banyak bicara dengan pebisnis. Jangan dengan orang yang justru belum pernah berbisnis. Jika Anda ingin mengerti agama, bicaralah dengan kiai, ustadz, atau ulama.

Banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk mengisi kepala Anda. Kuncinya, Anda mau tidak?

Gunakan Kreativitas Anda 

Tidak ada yang benar-benar baru

 

Di dunia ini tidak ada yang benar-benar baru. Yang ada adalah perubahan dari yang sudah ada sebelumnya. Begitu juga dalam dunia tulis menulis. Tidak ada tulisan yang baru, semuanya adalah perubahan, tambahan, gubahan, atau penyederhanaan dari tulisan-tulisan yang sudah ada.

Anda boleh koq mengubah tulisan yang sudah ada selama tidak melanggar hak cipta. Yang tidak boleh adalah menjiplak tulisan orang lain. Namun jika Anda mengubah tulisan orang lain menjadi lebih baik, maka itu tidak menjadi masalah.

Selain mengubah tulisan yang sudah ada, Anda juga bisa menentang tulisan yang sudah ada. Anda bisa membuat tulisan baru yang melawan tulisan yang sudah ada. Bukankah ini cara mudah mendapatkan ide tulisan? Tentu saja tidak semua tulisan bisa Anda lawan, ada kebenaran yang sudah mutlak, yaitu kebenaran dari Allah SWT melalui Al Quran dan Hadits.

Untuk bisa menulis dengan mudah, Anda harus lebih kreatif. Anda harus melatih kreativitas Anda jika ingin sukses dalam dunia tulis menulis. Saya akan mengajarkan Anda tentang kreativitas di Kreativitas atau silahkan baca ebook Usaha Terbaik, dimana saya menjelaskan berbagai teknik kreativitas dalam menulis ebook.

Cara Menghasilkan Uang Dari Tulisan 

Ide-ide menghasilkan uang dari tulisan Anda.

 

Menulis buku? Betul, tapi itu hanya salah satu ide dari sekian banyak ide menghasilkan uang dari tulisan Anda.
Nge Blog Pun Dapat Duit
Mengapa saya ngeblog? Karena ngeblog akan mendapatkan uang. Bagaimana caranya? Jika Anda suka ngeblog maka akan banyak pengunjung datang ke wab site Anda. Setelah banyak pengunjung, maka Anda bisa menghasilkan uang dari menjual produk dan iklan. Silahkan klik link diatas.
Menulis dan Menjual eBook
Silahkan klik link diatas untuk belajar lebih jauh tentang menulis dan menjual ebook.
Menulis Review
Anda bisa mendapatkan uang dengan menulis review produk atau jasa orang lain. Silahkan klik link diatas.
Menjadi Penulis Lepas
Anda bisa menjadi penulis lepas untuk berbagai keperluang, seperti buku, majalah, dan surat kabar. Silahkan klik link diatas (Englis).
Ide-ide Lainnya
Silahkan baca link diatas untuk ide-ide lainnya (Englis)