Rabu, 11 Agustus 2010 | 1:34 WIB Umat Islam mulai menjalani ibadah puasa Ramadhan 1431 H. Bulan yang sangat bermakna ini yang disertai laku keprihatinan menahan lapar, haus..disertai juga situasi-situasi sosial, politik dan ekonomi yang memprihatinkan: korupsi yang masih merajalela, kenaikan harga kebutuhan pokok, letupan kompor gas yang kebanyakan mencelakakan rakyat kecil, serangan terhadap kebebasan berkeyakinan, menjalankan ibadah masih berlaku seakan tak ada Negara yang melindungi hak-hak warga-negaranya.
Di luar itu, tradisi yang tampak selama bulan Ramadhan adalah meningkatnya konsumsi rakyat yang bisa berarti positif bila menghidupi ekonomi dalam negeri. Pedagang-pedagang kecil, terutama penjual kolak bermunculan di jalan-jalan. Nilai-nilai kebersamaan tumbuh menjadi pelajaran sehari-hari dalam berbagai acara, pun yang terbuka untuk umat lain: buka puasa bersama misalnya. Ini menunjukkan nilai berbagi terhadap sesama terutama rakyat miskin masih terus menghidupi. Kepedulian sosial dengan demikian ditumbuhkan dan dipraktekkan.
Akan tetapi disadari pula bagaimana nilai-nilai kebersamaan, berbagi, kepedulian social ini terus menghadapi tantangan nilai-nilai yang justru sering berlawanan. Kita lihat: kesenjangan social yang semakin sangat lebar yang berpotensi semakin menimbulkan usaha-usaha kriminalitas yang mencederai martabat manusia. Kita serasa hidup dalam penjajahan bila menengok kualitas hidup yang semakin merosot: kesulitan lapangan kerja, mahalnya pendidikan dan biaya kesehatan dan bagaimana apparatus Negara sering melakukan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri terutama kaum papa entah dengan alasan apapun.
Pada bulan Ramadhan kali ini, tak bisa dilupakan juga peristiwa besar bangsa kita yang memerdekakan diri 65 tahun yang lalu: 17 Agustus 1945. Dan kita ingat bagaimana hari-hari dramatik, penuh harapan dan resiko perjuangan dalam memerdekakan bangsa ini terjadi di hari-hari yang penuh arti: Ramadhan. Walau begitu kita rasakan bagaimana Bung Karno dan Bung Hatta serta para pemuda begitu getol ingin memerdekakan bangsa dari penjajahan ini. Proklamasi Kemerdekaan dari penjajahan itu menjadi bagian dari hari-hari yang berarti selama bulan Ramadhan. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ini jugalah yang menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara hingga kita masih berdiri di sini walau banyak pekerjaan dari Proklamasi Kemerdekaan belum dapat diselesaikan seperti yang sudah disebutkan: rakyat yang diperjuangkan kemerdekaannya itu tetap masih kesulitan hidup dan terlunta-lunta dalam kemiskinan. Jembatan Emas kemerdekaan belum menjadi sarana untuk keadilan dan kemakmuran rakyat negeri.
Baiklah di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini dengan situasi-situasi yang mengiringinya, di saat refleksi selama sebulan penuh dalam situasi ekonomi yang memprihatinkan ini, kita ingatkan bahwa Negara tak boleh abai dalam memenuhi dan menjamin kebutuhan pokok rakyat: pangan, papan, sandang. Itulah juga sebagian dari segala proses dan tujuan perjuangan kemerdekaan bangsa kita. Negara pun bisa mengontrol harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari di pasar sehingga tak semakin memberatkan beban hidup rakyat. Di samping itu Negara juga harus semakin aktif melindungi kebebasan berkeyakinan, menjalankan ibadah agama dan kepercayaan masing-masing warga negara sebagaimana amanat konstitusi dari Negara yang merdeka.
Islam sendiri tumbuh dalam semangat melawan perbudakan; karena itu anti penjajahan. Semoga di bulan Ramadhan 1431 H, ini semangat bangsa untuk membangun kebersamaan, saling berbagi dan semakin peduli pada kondisi social yang tak adil sehingga kita bergerak untuk mengubahnya, semakin mendapat tempat.
Sekali lagi, selamat menunaikan ibadah Ramadhan 1431 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar