Senin, 02 Agustus 2010

Mencari Pemimpin Inspiratif

Selasa, 3 Agustus 2010 |11:27 WIB

Editorial
Kita hidup dalam sebuah situasi dimana partisipasi politik sudah sangat menurun, terutama dalam sepuluh tahun terakhir, sedangkan pada saat yang sama tumbuh sentimen ketidakpercayaan terhadap partai politik dan politisi. Kita menamai proses atau kecenderungan ini sebagai krisis politisi dan institusi politik.
Sejak pemerintah menjadikan neoliberalisme sebagai “pandangan hidup” dan dasar kebijakan politiknya, maka sebagian besar rakyat telah dilemparkan keluar dari kehidupan politik secara umum. Penguasa telah menjadi entitas terpisah dari rakyat, apparatus negara telah menjadi musuh dari rakyat, dan Undang-undang telah menyakiti hak-hak sosial, ekonomi, dan politik rakyat.
Dalam situasi demikianlah rakyat Indonesia mulai patah arang, bahwa tiada lagi sosok pemimpin yang dapat diharapkan, dan jalan untuk perubahan atau perbaikan nasib telah tertutup sangat rapat. Di pemerintahan nasional, setelah 12 tahun proses penjatuhan rejim Soeharto, tidak satupun kepemimpinan nasional yang sanggup melakukan perbaikan nasib rakyat dan memberikan arah perubahan.
Namun, di balik kesulitan-kesulitaan dan ketiadaan alternatif itu, situasi politik lokal justru menjanjikan dinamika politik baru; kelahiran pemimpin lokal yang sanggup membuat gebrakan perubahan. Jumlah mereka memang sangatlah kecil, dan pemberitaan atau informasi mengenai mereka pun sangat minimal.
Dalam catatan kami, ada beberapa orang bupati atau kepala daerah yang telah anomali dari situasi itu, diantaranya Untung Wiyono (Sragen), I Gede Winasa (Jembrana), David Bobihu Akib (Gorontalo), Rustriningsih (Kebumen), Endang Setyaningdyah (Demak), Suyanto (Jombang), dan masih banyak lagi.
Keberhasilan mereka tentu tidak jatuh dari langit, melainkan lahir dari sebuah pendekatan, kerja keras, dan keberpihakan dalam merumuskan kebijakan.
Keberhasilan mereka tidak kalah dengan prestasi serupa di Kerala (India), Rio Grande Sul (Brazil) Montevideo (Uruguay), dan sebagainya. Di Sragen, sang Bupati Untung Wiyono berhasil melakukan sejumlah terobosan penting, diantaranya, membangun jalan-jalan dan jembatan yg menghubungkan desa-desa dengan perkotaan, mengubah lahan tidak produktif menjadi produktif, dan menyalurkan kredit bagi rakyat.
Selain itu, Untung Wiyono juga berhasil menciptakan pelayanan perizinan satu atap dengan pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT), program e-government (sistem online antarsatuan kerja, kecamatan, desa), dan program “Homeschooling”, dimana si anak tidak harus datang ke sekolah, tapi cukup membaca modul yg bisa di download ke Cellphone ataupun lewat komputer di kantor kelurahan.
Prestasi serupa juga ditunjukkan Bupati Jembrana, I Gede Winasa, yang sangat dikenal dengan program pendidikan gratisnya. Demikian pula dengan Rustriningsih di Kebumen, Endang Setyaningdyah di Demak, dan lain sebagainya.
Keberhasilan mereka tentu tidak jatuh dari langit, melainkan lahir dari sebuah pendekatan, kerja keras, dan keberpihakan dalam merumuskan kebijakan.
Ketika baru dilantik sebagai bupati, Untung Wiyono menjelaskan, ia berhadapan dengan situasi yang sangat sulit, seperti angka kemiskinan yang sangat tinggi, jumlah pengangguran yang besar, dan masyarakat yang hampir kehilangan harapan. Selain menggunakan spanduk bertuliskan “Obah mamah; Nek ora obah, ora  mangan” di berbagai pelosok kampung, dia pun menggunakan seni pewayangan untuk menarik partisipasi rakyat untuk bergerak dan membangun.
Rustriningsih juga berhasil membangun komunikasi yang efektif dengan rakyatnya. Dia mengajak warganya berpartisipasi aktif melalui dialog interaktif seperti Selamat Pagi Bupati (SPB), dimana dia berkonsultasi langsung dan mengajak rakyat untuk mencari solusi pemecahan terhadap masalahnya.
Dengan melihat sepak-terjang para bupati itu, kita seolah-olah bertemu dengan secercah harapan; bahwa kita bisa mengubah situasi yang tidak mungkin hari ini untuk menjadi mungkin di hari esok.
Di Brazil, setelah partai Buruh berhasil melakukan eksprimen di sejumlah kota, mereka pun segera memanjat kekuasaan nasional dan berhasil. Ini menjadi penting bagi diskusi kaum pergerakan, untuk menjadikan pemerintahan lokal sebagai basis pijakan untuk menunjukkan kepada rakyat, bahwa mereka sanggup melakukan perubahan di lokal dan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar